The Professor and The Madman [Simon Winchester]


Penulis/Author: Simon Winchester (1998)
Penerbit/Publisher: Serambi
Cetakan/Edition: Pertama, Januari 2007
Kategori/Category: Fiksi Dokumenter
ISBN: 979-22-1112-53-3

Beli di/Purchased at: Toko.Serambi.Co.Id
Harga/Price: Rp27,930

Buku ini ditulis dan didedikasikan untuk mengenang George Merret, seorang buruh asal Wiltshire yang mati tertembak di jalanan Lambeth pada Sabtu dini hari, 17 Februari 1872. George Merret memang bukan siapa-siapa, tetapi kematian pria ini menjadi titik tolak serangkaian kejadian lain yang melibatkan sang pembunuh, Kapten Purnawirawan Dr. William Chester Minor, seorang Amerika. Pemeriksaan atas Dokter Minor menyatakan bahwa Minor mengidap penyakit jiwa akibat perang. Dalam “sel”nya di rumah sakit jiwa inilah akhirnya Minor mengisi hari-hari penuh delusi dan mimpi buruk dengan melakukan kegiatan bermanfaat yang juga penting, yaitu membantu menyusun Kamus Oxford.

Buku yang ditulis bergaya narasi ini membawa pembaca menyusuri lika-liku sejarah pembuatan Oxford English Dictionary, mulai dari latar belakang, proses perekrutan orang-orang yang terlibat, pemilihan kata-kata, penyusunan isi dan tragedi-tragedi dibaliknya. Kamus mashyur OED memakan waktu kurang lebih 70 tahun dalam penyusunan seluruh edisi pertamanya dan merupakan monumen penting dalam sejarah leksografi dunia.

Meskipun didedikasikan kepada George Merret, novel ini disajikan dengan banyak sekali detail informasi berdasarkan dokumen sejarah seputar William Minor dan James Murray, seorang cendikiawan asal Inggris yang menjadi editor utama penyusunan OED, lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun kejadian. Bagi pembaca yang kurang jeli (seperti aku), detail-detail seperti ini bukannya menambah pengetahuan, malah akhirnya cenderung terabaikan karena jumlahnya banyak sekali.

Bagi penggemar bacaan ringkas, novel ini akan terasa panjang karena penyajiannya yang dalam bentuk deskriptif naratif, penuh detail dan terkadang harus kembali ke periode-periode lebih awal untuk menceritakan hal lain yang juga penting. Contohnya dalam tiga bab pertama pembaca dikenalkan kepada tokoh-tokoh utama buku ini lengkap dengan latar belakang masa kecil dan kehidupan mereka, dan sebagai pembaca, aku mendapat kesan kalau penyusunan OED sudah berjalan. Dalam Bab Empat, penyusunan OED kembali ke titik nol dan dikisahkan lagi sejak permulaan gagasannya di tahun 1857. Dalam novel ini jarang sekali ditemukan bentuk dialog aktif yang dapat membuat cerita sarat informasi ini menjadi lebih mudah dinikmati.

Beberapa kesalahan cetak baik dalam ejaan nama/kata maupun susunan paragraf (lihat halaman 226, paragraf terakhir) dan pemilihan kata untuk terjemahan, agak tertutupi oleh tema novel yang memang sangat menarik. Bisa dibayangkan kerja keras dan riset penulis dan timnya untuk menyajikan karya luar biasa ini. Tak lupa, sebagai penutup, penulis juga (sempat) memberikan “Saran-saran Untuk Bacaan Lebih Lanjut” agar pembaca tidak mengambil isi buku ini mentah-mentah tetapi juga melakukan komparasi, penyegaran dan pengembangan informasi melalui buku-buku lain yang tidak kalah menariknya.

Bisa disimpulkan bahwa Oxford English Dictionary disusun karena kesadaran dan kecintaan masyarakat Inggris (dan bangsa lain yang terlibat tentunya) atas bahasa mereka, dan bukan sekadar memenuhi kebutuhan untuk keberadaan sebuah referensi baku. Tidak hanya sebagai monumen sejarah leksografi, OED juga merupakan monumen kebersamaan dan persatuan sekian ratus ribu relawan, yang tidak saling mengenal tetapi mereka tetap bekerja untuk mencapai tujuan mulia yang sama.

6 thoughts on “The Professor and The Madman [Simon Winchester]

  1. Aku mengategorikan buku ini dalam dua jenis yang bertentangan memang. Buku ini dokumenter karena ditulis berdasarkan catatan fakta sejarah dan fiksi karena dikembangkan dengan imajinasi penulis. Menurut Mbak Femmy sendiri bagaimana? :)

  2. Menurutku sih ini nonfiksi naratif :) Yang bagian mana yang dikarang-karang oleh penulis? *bacanya sudah agak lama nih, jadi sudah rada lupa*

  3. Pendapatku, penulis tidak mungkin hanya ‘memindahkan’ fakta sejarah yang beliau dapatkan tanpa menggunakan imajinasinya untuk menghubung-hubungkan kejadian satu dengan lainnya. Untuk membuat kisah ini ‘hidup’ penulis tentu perlu membuat suasana lebih getir, lebih mencekam, lebih dramatis. Beberapa kisah, misalnya tentang latar belakang keluarga Murray, kalau tidak salah didapatkan dari salah seorang kerabat jauhnya. Artinya, cerita yang diceritakan ulang dari satu generasi ke generasi. Memang kalau melihat cara penulisan buku ini yang sedemikian kaya akan informasi, kita tahu bahwa porsi fakta jauh lebih mendominasi daripada imajinasi si penulis bila dibandingkan dengan buku ini misalnya.

  4. Menurutku sih, penggunaan imajinasi tidak serta-merta menjadikan suatu tulisan menjadi fiksi. Sekadar menghubung-hubungkan kejadian juga tidak. Menurutku, suatu tulisan disebut fiksi kalau kejadian di dalamnya tidak benar-benar terjadi. Setahuku, semua yang diceritakan di buku ini memang terjadi di masa lalu. Kalau buku The Other Boleyn Girl memang fiksi sejarah. Sekadar pendapatku aja, belum tentu benar juga :-p

Leave a comment